Penyerapan BSNT Tetap Tinggi, Meski Ketimpangan Akses di Daerah Non-Perkotaan Masih Perlu Diperbaiki
Kinerja penyaluran dan penyerapan Bantuan Sosial Non-Tunai (BSNT) sepanjang tahun 2025 masih menunjukkan capaian yang relatif tinggi dan konsisten mendukung daya beli masyarakat. Kinerja positif ini antara lain ditopang oleh ketersediaan infrastruktur Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan tingkat literasi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang memadai, khususnya di wilayah perkotaan. Namun demikian, di tengah capaian tersebut, masih terdapat kesenjangan sebaran infrastruktur antara daerah perkotaan dan non-perkotaan yang perlu mendapatkan perhatian, agar manfaat program BSNT dapat dirasakan secara merata di seluruh wilayah.
Kinerja Penyerapan Masih Terjaga, Namun Terdapat Disparitas Antarwilayah
Hasil survei monitoring BSNT 2025 menunjukkan bahwa tingkat penyerapan BSNT secara umum masih berada pada level yang relatif tinggi, meskipun sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan peralihan mekanisme penyerapan bantuan sosial dari kombinasi tunai dan non tunai menjadi sepenuhnya non tunai.
Data menunjukkan bahwa sekitar 67,23% infrastruktur APMK di wilayah Sumatera masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan, sedangkan sisanya tersebar di daerah non-perkotaan. Kondisi tersebut berbanding terbalik sebaran KPM yang lebih banyak di wilayah non-perkotaan yaitu mencapai 89,38%. Keterkaitan antara ketersediaan infrastruktur dan tingkat penyerapan juga tercermin dari nilai korelasi positif sebesar 0,762, yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio ketersediaan kanal pembayaran, semakin baik pula tingkat penyerapan BSNT. Selain faktor infrastruktur, sejumlah kendala teknis turut memengaruhi efektivitas penyaluran, seperti lupa PIN, kartu Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak aktif, dan gangguan mesin EDC.
Perluasan Jaringan dan Inovasi Penyaluran Sebagai Upaya Pemerataan
Untuk memperkuat efektivitas dan pemerataan penyaluran BSNT, diperlukan langkah terintegrasi yang mencakup aspek infrastruktur, mekanisme penyaluran, serta edukasi masyarakat. Pertama, pemanfaatan jaringan layanan BPD, mitra agen, dan layanan kas keliling BI dapat menjadi solusi pelengkap untuk memperluas jangkauan layanan di wilayah remote area. Pendekatan ini lebih efisien dibandingkan dengan pembangunan jaringan ATM baru yang berbiaya tinggi. Kedua, percepatan mekanisme feedback dan data cleansing antara bank penyalur dengan Kementerian Sosial perlu terus ditingkatkan untuk mengurangi risiko gagal salur akibat ketidaksesuaian data KPM. Ketiga, pengembangan inovasi penyaluran berbasis digital seperti penggunaan teknologi biometric, POS mobile, serta kanal hybrid (tunai dan non-tunai) diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan inklusivitas penyaluran.
Selain itu, penguatan literasi dan edukasi KPM terhadap BSNT menjadi faktor penting dalam mendukung keberlanjutan BSNT. Beberapa program edukasi telah dilakukan seperti di Bengkulu dan Sumatera Selatan dimana Bank Indonesia bersinergi dengan OJK dan pemerintah daerah melakukan sosialisasi terkait BSNT. Kegiatan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pelindungan konsumen serta penggunaan dana bantuan secara bijak.
Digitalisasi Bansos APBD: Potensi dan Tantangan
Selain BSNT yang bersumber dari APBN, program bantuan sosial yang didanai melalui APBD di seluruh provinsi di Sumatera juga menunjukkan tren digitalisasi penyaluran. Sejumlah program seperti Kartu Bengkulu Sejahtera (KBS), Bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) – Kelompok Usaha Bersama (KUBe) Jambi, serta Dana Jasa Pelayanan (DJP) di Sumatera Utara telah diimplementasikan dalam bentuk non tunai melalui kerja sama dengan BPD.
Kendati demikian, masih terdapat ruang perbaikan. Beberapa pemerintah daerah masih menyalurkan bantuan secara tunai atau barang karena keterbatasan regulasi dan kesiapan infrastruktur digital. Tantangan utama yang diidentifikasi meliputi minimnya pemanfaatan kanal perbankan non tunai, belum optimalnya koordinasi dengan BPD sebagai bank penyalur, serta sinkronisasi data penerima antara Dinas Sosial dan lembaga keuangan yang belum sepenuhnya terselesaikan.
Untuk itu, diperlukan penguatan regulasi di tingkat daerah (Perda/Perkada) yang mengatur mekanisme penyaluran bansos non tunai, serta peningkatan koordinasi lintas instansi agar digitalisasi bantuan sosial dapat berjalan lebih optimal dan akuntabel.
Secara keseluruhan, kinerja BSNT sepanjang 2025 menunjukkan hasil yang positif dan berkontribusi terhadap stabilitas daya beli masyarakat, khususnya di wilayah Sumatera. Namun, untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program, diperlukan upaya berkelanjutan dalam memperluas infrastruktur layanan, mempercepat integrasi data, serta memperkuat literasi digital penerima manfaat.
Dengan demikian, program BSNT tidak hanya menjadi instrumen bantuan sosial, tetapi juga pendorong inklusi ekonomi dan akselerasi transformasi digital sistem pembayaran di daerah. Pemerataan akses dan efektivitas penyaluran menjadi kunci agar setiap keluarga penerima manfaat dapat merasakan manfaat ekonomi secara nyata, tanpa terkendala batas wilayah maupun infrastruktur layanan.



