Dinamika Penjualan Eceran di Tengah Isu Pelemahan Daya Beli Masyarakat Sumatera
Hasil survei penjualan eceran menunjukkan bahwa penjualan eceran di Sumatera pada Triwulan III 2024 mengalami penurunan di sejumlah kelompok barang. Penjualan sandang, barang elektronik, dan barang-barang rumah tangga terindikasi menurun, dibandingkan dengan awal tahunyang lebih stabil. Penurunan ini juga terjadi di tengah fenomena deflasi yang banyak dikaitkan dengan pelemahan daya beli masyarakat. Namun, perlu dicermati pula bahwa terdapat faktor seasonal penurunan konsumsi pasca hari besar keagamaan nasional (HBKN) Idul Fitri.
Deflasi sendiri juga perlu ditelaah dari sisi jenis kelompok barang untuk membaca apakah terdapat indikasi pelemahan daya beli. Adapun data inflasi menunjukkan kontraksi harga terutama pada kelompok bahan pangan strategis sebagai akibat pasokan yang memadai. Hal ini sejatinya diasumsikan sebagai faktor yang mendukung daya beli konsumen karena memungkinkan pembelian dalam volume yang lebih banyak. Adapun penurunan penjualan eceran saat ini juga terjadi pada barang-barang sekunder seperti pakaian dan elektronik. Kondisi ini menandakan bahwa daya beli masyarakat relatif terbatas, meskipun harga bahan pangan mengalami penurunan.
Ada beberapa asumsi yang menjelaskan mengapa tren deflasi ini tidak disertai dengan peningkatan konsumsi. Pertama, masyarakat cenderung menahan pengeluaran di tengah ketidakpastian ekonomi. Hasil survei konsumen mengonfirmasi penurunan porsi penghasilan yang digunakan untuk kegiatan konsumsi. Meskipun harga barang turun, konsumen lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka karena ketidakpastian terkait pendapatan masa depan. Kondisi ketidakpastian ekonomi tercermin dari kenaikan harga emas, sebagai salah satu aset yang dianggap aman (safe haven). Hal lain yang perlu dicermati adalah kenaikan harga di kelompok barang lain seperti biaya energi terutama bahan bakar.
Kedua, deflasi yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan ekspektasi bahwa harga akan terus menurun. Dalam situasi seperti ini, konsumen cenderung menunda pembelian, terutama untuk barang-barang sekunder seperti elektronik atau pakaian bermerek, dengan harapan bahwa harga akan terus menurun. Akibatnya, penjualan di sektor-sektor tersebut mengalami penurunan yang lebih tajam.
Ketiga, pelemahan konsumsi didorong oleh penurunan masyarakat kelas menengah yang relatif paling dominan porsi konsumsinya. Dalam beberapa waktu terakhir, memang terindikasi sejumlah sektor ekonomi Sumatera terkena dampak perlambatan ekonomi global, yang menyebabkan terbatasnya kenaikan pendapatan dan berkurangnya lapangan pekerjaan. Hal ini terutama dirasakan oleh masyarakat kelas menengah yang selama ini menjadi motor penggerak konsumsi. Kelompok masyarakat kelas menengah juga memiliki daya beli yang lebih kuat untuk barang-barang sekunder dan tersier, dibandingkan kelompok menengah ke bawah. Beberapa penyebab dari potensi penurunan kelas menengah adalah dampak pandemi yang berkepanjangan dan hilangnya lapangan pekerjaan di sektor-sektor formal yang memberikan tingkat pendapatan lebih baik. Hal ini berimplikasi pada penyesuaian gaya hidup dengan utamanya menurunkan konsumsi barang tersier.
Meskipun penurunan penjualan eceran dan melemahnya daya beli masyarakat menjadi tantangan nyata, ada beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pemulihan sektor ritel di Sumatera. Pertama, tren deflasi yang terjadi saat ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga secara lebih kompetitif. Dengan menurunkan harga secara bertahap, sambil tetap menjaga kualitas produk, pelaku ritel dapat menarik kembali minat konsumen yang selama ini menunda pembelian.
Selain itu, penting bagi pelaku usaha ritel untuk mengadopsi strategi digitalisasi. Seiring dengan meningkatnya penggunaan e-commerce di Sumatera, toko-toko ritel dapat memanfaatkan platform online untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Penggunaan platform digital, baik untuk penjualan langsung maupun kampanye pemasaran, dapat meningkatkan daya tarik konsumen, terutama di kalangan generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi.
Pemerintah juga dapat turut berperan dalam mendorong pemulihan sektor ritel. Hal ini dilakukan dengan memperkuat kebijakan fiskal yang mendukung peningkatan daya beli masyarakat. Selain itu, program pembangunan infrastruktur di Sumatera, khususnya pembangunan jalur konektivitas, berpotensi memberikan dukungan pada kinerja sektor ritel. Dalam jangka panjang, peningkatan investasi di sektor pariwisata di Sumatera juga akan berdampak positif pada sektor ritel. Peningkatan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun internasional akan memberikan tambahan permintaan di berbagai sektor ritel, termasuk produk-produk lokal yang diharapkan akan semakin mendorong kinerja perekonomian daerah.