Jagung sebagai Komoditas Masa Depan: Peluang, Tantangan, dan Strategi Pengembangannya

Jagung merupakan salah satu komoditas pangan strategis di dunia yang memiliki nilai potensi yang besar di masa depan. Dengan nilai perdagangan dunia yang sebesar 64,7 Triliun USD, lebih besar 2 (dua) kali lipat nilai perdagangan beras, komoditas jagung memiliki berbagai banyak manfaat selain sebagai bahan pangan manusia. Hilirisasi jagung dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, pakan ternak, hingga sebagai bahan baku bioenergi ramah lingkungan. Dengan tingkat pemanfaatan yang lebih fleksibel serta tingkat permintaan yang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dunia, pengembangan komoditas jagung tidak hanya dapat memenuhi asa cita pemerintah “swasembada pangan 2025”, namun juga berpotensi menambah cadangan devisa negara melalui ekspor.

Tingkat adaptabilitas dan diversifikasi produk yang tinggi menjadi nilai tambah utama jagung dibandingkan komoditas lainnya. Komoditas jagung cenderung lebih toleran terhadap perubahan iklim dan dapat diolah pada lahan marginal lebih baik dibandingkan dengan tanaman padi. Lebih lanjut, rata-rata biaya produksi jagung umumnya cenderung lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi beras seiring dengan penggunaan air dan pupuk yang lebih minimum. Terkait dengan hilirisasi, pemanfaatan jagung menjadi berbagai produk seperti tepung, minyak jagung, ethanol, plastik, hingga pakan jagung, membuat produk jagung sangat terbuka terhadap pengembangan teknologi dan investasi.

Namun, pengembangan yang lebih intensif saat ini terhambat oleh masih terbatasnya dukungan pemerintah terhadap komoditas jagung. Saat ini nominasi beras sebagai bahan makanan pokok di Indonesia membuat jagung kurang populer sebagai bahan pangan utama. Hal tersebut menyebabkan alokasi lahan, insentif, dan subsidi yang disalurkan oleh pemerintah untuk petani jagung lebih minim. Di wilayah Sumatera, sebagian petani jagung belum dapat memaksimalkan hasil produksinya seiring dengan terbatasnya akses penyediaan bibit unggul murah yang cocok dengan lahan masing-masing petani. Masalah lain jagung petani berkaitan dengan kualitas produk yang masih belum mampu untuk memenuhi standar kadar air jagung industri yaitu 14%. Terkait hal tersebut, mayoritas petani di Sumatera masih menghasilkan jagung dengan kadar air berkisar 20-30% yang membuat jagung rentan terkena jamur dan tidak layak untuk dikonsumsi ataupun diolah lebih lanjut.

Penguatan faktor produksi dari sisi on farm dan off farm diperlukan untuk mendukung swasembada jagung 2025. Pada kondisi normal, Indonesia memiliki pasokan jagung surplus sebesar 2,74 juta ton dan mampu untuk memenuhi permintaan domestik industri dan konsumsi. Overstock ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai peluang untuk mengalokasikan surplus jagung Indonesia ke pasar dunia. Lebih lanjut, untuk meningkatkan produktivitas jagung lebih lanjut dalam rangka memperoleh swasembada pangan pada 2025, diperlukan penguatan rantai pasok dan infrastuktur. Peningkatan investasi pascapanen seperti silo, pengering, dan gudang penyimpanan diperlukan untuk menunjang efisiensi proses tanam, panen, dan pengolahan jagung. Dari sisi pemerintah, keberlanjutan bantuan subsidi pupuk dan benih diharapkan diteruskan untuk mendukung petani jagung dari sisi hulu.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments