Model Bisnis Pembiayaan Kelapa Sawit: Kunci Sukses Program Peremajaan Perkebunan Rakyat (PSR)

Sektor kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang diperhitungkan dalam pemberian insentif melalui kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM). Berdasarkan kondisi terkini, pembiayaan pada sektor kelapa sawit di wilayah Sumatera masih kuat, utamanya pada sub sektor industri berbasis kelapa sawit. Penyaluran kredit perbankan di Sumatera pada sektor kelapa sawit mayoritas disalurkan di wilayah produsen kelapa sawit terbesar, terutama Provinsi Sumatera Utara dan Riau. Penyaluran kredit pada industri pengolahan kelapa sawit lebih banyak digunakan untuk modal kerja, sementara kredit perkebunan kelapa sawit lebih banyak digunakan untuk investasi, khususnya replanting. Perkembangan pembiayaan pada sektor kelapa sawit yang positif tidak terlepas dari persepsi risiko pada sektor tersebut yang relatif rendah, tecermin pada rasio NPL dan LaR yang berada pada level rendah. Sementara itu, suku bunga kredit perkebunan kelapa sawit (sisi hulu) cenderung lebih tinggi dari suku bunga kredit industri pengolahan kelapa sawit (sisi hilir). Hal ini diindikasikan sejalan dengan persepsi risiko kredit di sisi hulu yang lebih relatif lebih tinggi.

Peran perbankan domestik dalam menopang peremajaan perkebunan kelapa sawit salah satunya diwujudkan melalui program KUR Khusus Peremajaan Sawit. Model pembiayaan ini berbasis kemitraan antara petani plasma dan swadaya dengan perusahaan induk. Bentuk kemitraan atau kerja sama adalah melalui komitmen petani dalam menjual TBS kepada perusahaan induk. Sementara dari perusahaan induk diberikan komitmen untuk melakukan pendampingan dan penyerahan bantuan teknis (bantek) dalam mendukung produksi petani. Perusahaan induk juga membantu petani mendapatkan akses pembiayaan melalui penjaminan kepada perbankan untuk pengoptimalan proses produksi. Petani menerima pembiayaan berupa kredit investasi dan kapitalisasi bunga (IDC) selama masa grace periode. Dengan pembiayaan yang optimal dari perbankan, produksi kelapa sawit ditargetkan dapat terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor.

Meski demikian, dalam penerapannya terdapat kendala terutama terkait legalitas kepemilikan lahan dan terbatasnya data yang menjadi dasar pemberian pembiayaan ke petani. Selain itu, juga diperlukan pendampingan dan fasilitasi bagi petani untuk memperoleh akses pembiayaan, terutama dalam memenuhi persyaratan yang diajukan perbankan. Tantangan dalam penyaluran kredit pada sektor kelapa sawit berasal baik dari sisi demand maupun supply. Dari sisi supply, produktivitas lahan mengalami penurunan, di tengah terbatasnya realisasi replanting berpotensi menurunkan pasokan kelapa sawit di masa mendatang. Margin keuntungan di sektor upstream-midstream yang relatif lebih tinggi dibandingkan downstream, menyebabkan pengembangan investasi di industri downstream lebih lambat. Selain itu, pasar untuk special end product belum sebaik di luar negeri. Adapun dari sisi biaya, pengembangan industri hilir masih dinilai belum efisien, terutama dari sisi logistik di tengah rantai pasok yang belum terpadu.

Untuk memitigasi tantangan tersebut, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dikoordinasikan untuk memperkuat sektor demand, diantaranya melalui 1) Peningkatan produktivitas perkebunan rakyat melalui pendampingan dan pemberian insentif untuk mengakses pembiayaan dan teknologi produksi yang lebih baik, 2) Melakukan pendampingan dan fasilitasi untuk memperoleh sertifikasi berkelanjutan (i.e RSPO, ISPO, dll), 3) Percepatan program PSR melalui kemitraan dengan memberikan insentif dan kejelasan kepastian hukum, khususnya bagi pelaku usaha swasta yang bermitra dengan petani dalam implementasi PSR.

Dari sisi supply, fluktuasi suku bunga relatif masih memengaruhi pembiayaan di sektor hulu. Sementara itu, dukungan dari pemerintah baik dari segi insentif, regulasi, maupun pembiayaan investasi pada sisi hilir masih perlu ditingkatkan, di tengah pengembangan industri hilir yang membutuhkan pembiayaan besar. Selain itu, isu sustainability menjadikan sektor kelapa sawit dinilai berisiko tinggi oleh perbankan. Dalam mengatasi tantangan tersebut, maka perlu dilakukan beberapa upaya agar intermediasi perbankan lebih optimal, diantaranya melalui kebijakan dalam menjaga lebih kompetitifnya suku bunga domestik dan implementasi skema pembiayaan model bisnis sindikasi yang terintegrasi hulu-hilir sehingga dapat mendorong peningkatan kredit baik pada segmen UMKM maupun non-UMKM. Selain itu, dukungan kebijakan terkait insentif pengembangan dan pembiayaan juga dapat difokuskan dalam upaya mendorong sertifikasi peremajaan tanaman kelapa sawit yang berkelanjutan agar daya saing produk turunan kelapa sawit Indonesia lebih kompetitif di pasar global.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest
Inline Feedbacks
View all comments