Reorientasi Ekspor Batu Bara Sumatera ke Pasar Non Tradisional
Indonesia memegang peran strategis sebagai eksportir batu bara utama di dunia. Menurut Laporan International Energy Agency (IEA) tahun 2024, pasokan batu bara global pada tahun 2023 dipasok utamanya oleh Indonesia, disusul Australia, lalu Rusia dengan pangsa gabungan mencapai 72,24%. Secara khusus, volume ekspor batu bara Indonesia ke pasar global pada 2023 mencapai 521 juta ton (pangsa: 34,69%) dan diprakirakan naik pangsanya menjadi 36,01% pada 2024 (Grafik 1). Permintaan batu bara Indonesia dari pasar global didominasi oleh jenis batu bara dengan kalori antara 4.200 hingga 6.000 kcal/kg.
Sumber: IEA Coal Report 2024, diolah
Kontribusi ekspor batu bara Sumatera terhadap nasional meningkat di 2024. Secara spasial, produksi batu bara nasional disumbang utamanya oleh pulau Kalimantan sebesar 81,81%, disusul pulau Sumatera sebesar 18,15%, dan gabungan pulau Sulawesi-Maluku-Papua sebesar 0,04%. Hasil produksi tersebut mayoritas diekspor ke pasar global dengan pangsa sekitar 67% terhadap total produksi pada tahun 2023. Ekspor tersebut ditujukan utamanya ke Tiongkok, India, dan beberapa negara di Asia. Adapun kontribusi Sumatera terhadap ekspor Indonesia diprakirakan meningkat di tahun 2024 menjadi 14,65% dari 13,49% pada 2023 dengan peningkatan volume ekspor sekitar 9 juta ton (Grafik 2). Peningkatan tersebut sejalan dengan tetap kuatnya produksi oleh pelaku usaha besar di Sumatera yang didorong oleh prospek perbaikan kapasitas angkutan logistik batu bara, terutama di Sumatera Selatan, Jambi, dan Aceh.
Sumber: BPS, Dirjen Bea Cukai dan APBI, diolah
Tiongkok dan India sebagai tujuan ekspor utama batu bara Sumatera mencatatkan penurunan permintaan (Grafik 3). Penurunan permintaan Tiongkok sejalan dengan upaya peningkatan produksi domestik di tengah kampanye perbaikan logistik kereta api serta peningkatan kapasitas energi terbarukan. Sejalan dengan Tiongkok, India juga cukup ambisius meningkatkan kapasitas produksi dan infrastruktur logistik batu bara menanggapi tingginya permintaan dari sektor kelistrikan dan manufaktur.
Sumber: BPS, Dirjen Bea Cukai dan APBI, diolah
Terdapat tendensi peningkatan permintaan batu bara dari Vietnam seiring dengan ekspansi industri manufaktur. Impor batu bara Vietnam dari Sumatera tercatat terus meningkat sejak 2022 dengan pertumbuhan ekspor pada 2023 sebesar 20,78% (yoy) dan meningkat di 2024 (s.d Oktober) yang tumbuh sebesar 46,26% (yoy). Supply batu bara dari Sumatera menjadi pilihan utama karena kedekatan geografis serta jenis kalori yang sesuai untuk pembangkit listrik termal di Vietnam. Selain itu, supply realibility Sumatera dinilai kuat sehingga risiko shortage pasokan dapat diminimalisir.
Vietnam menjadi pilihan utama relokasi industri dari Tiongkok. Sejak dimulainya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, banyak perusahaan global yang memproduksi barang di Tiongkok mulai mencari alternatif negara untuk menghindari tarif yang tinggi dan ketidakpastian perdagangan. Vietnam memiliki keunggulan biaya tenaga kerja yang relatif murah dan kebijakan perdagangan yang lebih terbuka. Selain itu, berbagai investasi besar Vietnam di bidang infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan, dan fasilitas logistik, semakin meningkatkan daya saing negara ini sebagai hub manufaktur global. Kondisi tersebut mendukung Vietnam sebagai negara dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga membutuhkan pasokan energi yang besar dan stabil untuk mendukung kebutuhan pembangkit listrik dan ekspansi industri. Pasokan energi tersebut sebagian besar masih bergantung pada pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.