Transformasi Digital di Kota Terkecil Indonesia

Kecilnya Kota Sibolga dengan populasi yang sedikit bukan merupakan halangan bagi masyarakat untuk beradaptasi terhadap transformasi digitalisasi sistem pembayaran. Melalui sinergi antara Bank Indonesia Sibolga, Pemko Sibolga, komunitas dan masyarakat umum, transformasi digital Kota Sibolga terus berkembang yang mendukung perekonomian.

Kota Sibolga merupakan salah satu kota terkecil di Indonesia. Bagaimana tidak, pada tahun 2023 luas wilayah nya hanya 10.77 Km2 . Dibandingkan dengan Jakarta Pusat tempat saya bertumbuh, luas nya sebesar 47,56 Km2, 4 kali lebih besar dari Kota Sibolga. 

Jumlah penduduk Kota Sibolga pada tahun 2023 sebanyak 91.265 jiwa, hanya 0,6% dari jumlah penduduk provinsi Sumatera Utara. Dari jumlah tersebut, yang masuk umur angkatan kerja sebanyak 38.509 jiwa atau 42% dari total penduduk Kota Sibolga. Sedangkan sisa nya sebanyak 52.756 jiwa bukan merupakan angkatan kerja (masih sekolah atau sedang tidak bekerja). Adapun tingkat pengangguran Kota Sibolga sebesar 6,79%.

Dengan kondisi tersebut, Bank Indonesia Sibolga terus mendorong transformasi dan digitalisasi sistem pembayaran. Dengan bersinergi bersama Perbankan, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan edukasi kepada lingkungan Pemerintah Daerah, institusi terkait, komunitas, serta masyarakat umum untuk meningkatkan akseptasi digitalisasi pembayaran. Sinergi dengan Pemerintah Daerah dalam mendorong Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) bersama dengan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) juga semakin sadar pentingnya digitalisasi sistem pembayaran dan semakin membuka layanan pembayaran menggunakan kanal digital QRIS.

Mari kita perdalam dan perbandingan angka perkembangan QRIS dengan demografi di Sibolga. Bila kita bagi antara rata-rata volume transaksi per bulan dengan jumlah penduduk Kota Sibolga, maka bisa kita estimasikan bahwa setiap 1 orang di Kota Sibolga kemungkinan bertransaksi menggunakan QRIS setiap bulan nya sebesar 0,55x atau 1 kali dalam 2 bulan. Namun apabila kita gunakan angkatan kerja sebagai kemungkinan penduduk melakukan transaksi QRIS, maka bisa kita estimasikan bahwa setiap bulan 1 orang di Kota Sibolga kemungkinan bertransaksi menggunakan QRIS setiap bulan nya sebesar 1,3x.

Kendati dengan semua usaha tersebut, masih terdapat beberapa lapisan masyarakat yang belum sepenuhnya teredukasi mengenai transformasi digitalisasi pembayaran. Dari simulasi data di atas maka bisa kita asumsikan akseptasi digital di lapisan masyarakat pengangguran maupun bukan angkatan kerja masih kurang diterima. Berdasarkan kriteria dari BPS, penduduk yang bukan termasuk angkatan kerja (umur di atas 15 tahun atau lebih) adalah yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga potensi akseptasi digitalisasi pembayaran pada lapisan penduduk yang punya pekerjaan tapi sementara tidak bekerja, seperti petani dan nelayan.

Dalam jangka panjang, untuk mendorong akseptasi digitalisasi pembayaran di lapisan masyarakat tersebut dibutuhkan usaha dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, institusi terkait serta Bank Indonesia. Perlu kita ketahui, bahwa hal – hal dasar untuk seseorang dapat menerima konsep pembayaran digital adalah harus memiliki rekening (bankable), memiliki perangkat keras (smartphone), dan teredukasi yang cukup. Apabila lapisan masyarakat tersebut tidak memenuhi kriteria di atas (bankable dan memiliki smartphone), maka akseptasi digital bukan merupakan hal yang relevan bagi mereka. Peningkataan kesejahteraan lapisan masyarakat tersebut menjadi vital untuk terus meningkatkan akseptasi digital. 

Dalam jangka pendek dan menengah, Bank Indonesia Sibolga dapat bersinergi dengan agen-agen Perbankan di daerah perkotaan maupun daerah terpencil untuk mengintensifikasikan akseptasi digital. Hal ini dapat dimulai dengan pendekatan kepada masyarakat yang setengah bekerja, khusus nya petani dan nelayan mengenai pentingnya digitalisasi sistem pembayaran, untuk menerima pembayaran atas produk yang mereka jual melalui QRIS. Selanjutnya untuk menjaga cashflow dari masyarakat tersebut, maka kehadiran agen-agen mikro dari perbankan dengan lokasi yang terjangkau dapat menyediakan kebutuhan uang cash.

Dengan dukungan yang baik antar semua institusi, rasanya menjadikan Kota Sibolga sebagai Smart City bukan sebuah mimpi belaka, namun sudah dalam jangkauan yang nyata.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest
Inline Feedbacks
View all comments