Pertanian Sirkular: Memperkokoh Kedaulatan Pangan, Menuju Swasembada yang Berkelanjutan

Dalam beberapa tahun terakhir, isu keberlanjutan semakin relevan dengan sektor pertanian. Berbagai dinamika iklim, degradasi lahan, kenaikan limbah dan emisi dari pertanian, dan fluktuasi harga pangan meningkatkan urgensi pendekatan produksi yang lebih ramah lingkungan dan efisien. Salah satu pendekatan yang semakin relevan untuk menjawab tantangan tersebut adalah pertanian sirkular, sebuah sistem produksi yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal dan meminimalkan limbah dalam satu siklus usaha tani.

Dalam jangka panjang, konsep ini tidak hanya mendukung efisiensi input dan keberlanjutan produksi, tetapi juga menjadi strategi mitigasi atas volatilitas harga pangan, terutama yang dipicu oleh fluktuasi harga input produksi. Salah satu komponen biaya yang sangat menentukan adalah pupuk. Hingga saat ini, Indonesia masih melakukan impor untuk memenuhi sebagian kebutuhan pupuk nasional, terutama jenis urea dan NPK. Bukan hanya produk pupuk siap pakai, impor bahan baku pembuatan pupuk seperti natrium, fosfat dan kalium juga dilakukan guna memenuhi tingginya kebutuhan pupuk domestik. Di wilayah Sumatera sendiri, impor pupuk dan bahan baku pupuk pada tahun 2024 mencapai 4,54 juta ton, naik 15,40% dari tahun sebelumnya (Grafik 1). Kondisi ini membuat harga pupuk dalam negeri rentan terhadap fluktuasi harga global, termasuk ketika terdapat gangguan pada jalur perdagangan dunia.

Dalam hal ini, pertanian sirkular menawarkan solusi jangka panjang. Dengan memanfaatkan limbah organik sebagai sumber pupuk alami, petani tidak hanya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, tetapi juga menciptakan sistem produksi yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Produksi pupuk organik berbasis kompos atau biofertilizer dapat dilakukan secara lokal di tingkat kelompok tani, dengan biaya rendah dan manfaat jangka panjang yang besar, baik dari sisi kesuburan tanah maupun stabilitas biaya usaha.

Lebih jauh, pertanian sirkular juga berperan dalam meningkatkan nilai tambah usaha tani. Dengan memanfaatkan limbah organik sebagai pupuk alami, petani tidak hanya mengurangi ketergantungan pada input eksternal, tetapi juga memperkuat efisiensi, daya tahan, dan nilai tambah ekonomi. Limbah jerami, kotoran ternak, dan sisa panen bisa diolah menjadi kompos, pakan, hingga energi terbarukan (biomassa) yang memperpanjang rantai nilai tambah dan mendorong diversifikasi produk usaha tani.

Dari sisi lingkungan, sistem pertanian sirkular mampu pengurangan emisi gas rumah kaca dengan mencegah pembakaran limbah dan mengurangi penggunaan input sintetis. Penggunaan pupuk organik dari limbah pertanian mampu memperbaiki struktur tanah, menjaga kandungan bahan organik, serta meningkatkan daya simpan air yang merupakan faktor penting dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Namun, untuk dapat diterapkan secara luas, pertanian sirkular membutuhkan dukungan teknologi, kapasitas kelembagaan, dan akses pembiayaan yang inklusif.

Mendukung transformasi tersebut, Bank Indonesia menjalankan sejumlah strategi untuk memperkuat sektor riil, termasuk sektor pertanian berbasis sirkular, melalui tiga arah kebijakan utama, yakni kebijakan makroprudensial yang mendukung pembiayaan berkelanjutan; mendorong inklusi keuangan digital bagi petani, termasuk melalui penerapan sistem pembayaran bebasis QRIS yang bebas biaya untuk UMKM; serta mengembangkan model pembiayaan berbasis klaster dengan menjalin kemitraan bersama lembaga-lembaga strategis.

 

Di Sumatera, contoh praktik pertanian sirkular yang sukses  adalah PP Gapsera,  salah satu klaster padi binaan Bank Indonesia. Perkumpulan Petani di Lampung Tengah ini berhasil menerapkan sistem pertanian sirkular, memperkuat usaha tani, memperoleh akses pembiayaan perbankan dan mengembangkan digitalisasi transakasi melalui pemanfataan QRIS. Dengan pendekatan klaster, PP Gapsera tidak hanya mengolah limbah menjadi input produktif, tetapi juga memperluas peluang usaha melalui pemrosesan dan pemasaran hasil secara kolektif (Gambar 1). Dengan dukungan kebijakan yang selaras, pertanian sirkular dapat menjadi pilar penting dalam menjaga kedaulatan pangan nasional. Bukan hanya soal mencukupi kebutuhan pangan saat ini, tetapi juga menjamin berkelanjutan dengan sistem yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan mendukung stabilitas harga di tengah tantangan global dan domestik yang dinamis.

 

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments